Saturday 19 March 2011

Ekologi Tanaman Perkebunan Jagung


LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAMAN PERKEBUNAN



Disusun oleh :
Kelompok Praktikum B5

ARDISO PANGIHUTAN TAMBUNAN (J3Z 410013)
BAYU PRASTYA (J3Z 410018)
BOBI SADARMAN ZALUKHU (J3Z 410019)












PROGRAM KEAHLIAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, kami dapat menyusun laporan praktikum mata kuliah Ekologi Tanaman Perkebunan sebagai bentuk laporan hasil pembelajaran praktikum yang kami ikuti yang merupakan bagian dari mata kuliah mahasiswa D3 Perkebunan Kelapa Sawit, di Direktorat Diploma, Institut Pertanian Bogor.
            Laporan merupakan bentuk evaluasi hasil praktikum yang dapat kami berikan sebagai tanda bukti bahwa kami telah mengikuti praktikum mata kuliah Ekologi Tanaman Perkebunan selama satu semester. Mengikuti kegiatan praktikum kami melakukan berbagai bab praktikum yang berkaitan dengan Ekologi Tanaman Perkebunan. Kegiatan praktikum yang kami lakukan adalah sebagai berikut : Praktikum I mengenai percobaan mempelajari pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis, praktikum II mengenai idntifikasi komponen ekosistem perkebunan, praktikum III mengenai identifikasi komponen ekosistem tanaman sela di perkebunan, praktikum  IV mengenai pembuatan kompos, dan praktikum V  mengenai penentuan kapasitas lapang tanah.
            Setelah melakukan praktikum-praktikum tersebut kami dapat melakukan percobaan secara langsung ke lapangan percobaan praktikum di Cikabayan, kampus IPB di Dramaga, Bogor. Hasil kegiatan praktikum yang kami lakukan telah kami tuangkan di dalam laporan ini. Dengan laporan ini kami dapat menjelaskan sedemikian rupa atas segala yang kami pahami dari praktikum.
            Dengan berbagai kekurangan kami menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna karena data dan fakta-fakta yang ada saat praktikum kurang mendukung. Walaupun demikian kami berusaha untuk menyusunnya sebaik mungkin.
            Kepada semua pihak yang berkontribusi pada praktikum Ekologi Tanaman Perkebunan sehingga praktikum ini dapat terselesaikan dengan didukung hasil praktikum yang baik, kami penulis laporan mengucapkan terima kasih. Terlebih kepada Bapak/Ibu pembimbing yang memberikan pengajaran yang begitu berharga untuk kelancaran praktikum.
            Akhir kata, kami penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya, bilamana laporan yang kami susun kurang sempurna dan kurang lengkap. Kami hanya berharap bahwa laporan ini dapat digunakan sebagai karya yang sangat berguna bagi semua pihak.
                                                                                                            Bogor, 14 Maret 2011

                                                                                                            Penyusun


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

PRAKTIKUM I

PERCOBAAN MEMPELAJARI PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

 

I.`        Pendahuluan

Tanah adalah salah satu komponen abiotik dalam lingkungan tanaman. Tanah merupakan sesuatu yang kompleks, tidak hanya sedimen sederhana. Tanah mengandung fragmen batuan lapuk, partikel tanah mineral yang sangat mudah berubah, bahan organic, dan organisme hidup. Tanah menyediakan hara, air, tempat tinggal, dan struktur media pertumbuhan bagi tanaman.
Kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman yang baik sangat tergantung oleh ketersediaan hara. Tanah dengan kandungan hara yang cukup akan mendukung tanaman untuk tumbuh dan produksi secara baik. Pada tanah yang kekurangan hara biasanya ditambahkan pupuk untuk mencukupi kebutuhan tanaman yang diusahakan. Tanaman di tanah yang dipupuk akan berbeda tingkat pertumbuhan dan produksinya dengan yang tidak dipupuk.
Ada berbagai cara pengelompokan pupuk, salah satunya adalah pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik mempunyai kelebihan yaitu mempunyai kandungan unsur yang tinggi, namun kelemahan pupuk anorganik adalah tidak mampu memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah. Sebaliknya pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah, namun pupuk ini memiliki kelemahan karena kandungan haranya rendah sehingga aplikasinya harus dalam jumlah besar untuk menyediakan hara dalam jumlah yang sama dengan pupuk anorganik.
Gulma merupakan salah satu komponen biotik dalam lingkungan tanaman. Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang terdapat di areal pertanaman dan keberadaanya tidak dikehendaki. Gulma dapat merugikan tanaman utama melalui adanya persaingan dalam memperoleh factor tumbuh sepeti cahaya, air, dan hara. Gulma juga dapat menjadi inang berbagai hama dan penyakit, bahkan ada yang mengeluarkan senyawa yang bersifat racundan tanaman pokok yang disebut alelopati. Dengan demikian pertanaman yang gulmanya tidak disiangi akan memiliki pertumbuhan dan produksi yang berbeda dengan yang disiangi gulmanya.

II.        Tujuan

Percobaan ini bertujuaan untuk mempelajari pengaruh pupuk anorganik dan pupuk organik, serta pengendalian gulma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis.
Bahan dan Alat
1.      Lahan seluas 3 m x 2,2 m.
2.      Benih jagung manis, pupuk anorganik (urea,SP-36,KCl),pupuk organik berupa pupuk kandang, pestisida, furidan
3.      Cangkul, garpu, arit, tugal, meteran, jangka sorong, dan lembar kerja.

III.      Metode Percobaan

Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) 2 faktor dengan 3 pengulangan. Faktor pertama adalah jenis pupuk (pupuk anorganik, pupuk organik, pupuk anorganik+organik); faktor kedua adalah pengendalian gulma (tanpa dan dengan pengendalian gulma). Perlakuan percobaan adalah sebagai berikut :
No.
Kode Perlakuan
Pupuk Anorganik
Pupuk Organik
Pengendalian Gulma
1
P1: PA-PG
1. 300 kg urea/ha
2. 150 kg SP-36/ha
3. 100 kg KCl/ha
-
-
2
P2: PA+PG
1. 300 kg urea/ha
2. 150 kg SP-36/ha
3. 100 kg KCl/ha
-
3
P3: PO-PG
-
10 ton pupuk kandang/ha
-
4
P4: PO+PG
-
10 ton pupuk kandang/ha
5
P5: PA+PO-PG
1. 150 kg urea/ha
2. 75 kg SP-36/ha
3. 50 kg KCl/ha
5 ton pupuk kandang/ha
-
6
P6: PA+PO+PG
1. 150 kg urea/ha
2. 75 kg SP-36/ha
3. 50 kg KCl/ha
5 ton pupuk kandang/ha
Catatan: Pupuk urea diberikan dalam 2 tahap; 2/3 saat tanam dan 1/3 saat 3 atau 4 MST.

IV.      Prosedur Kerja

1.      Petak percobaan dibuat dengan ukuran 3 m x 2,2 m.
2.      Gulma dibabat dempes
3.      Tanah diolah sempurna: tanah dicangkul, dibalik, digaru, dan diratakan.
4.      Jarak tanam yang kan digunakan adalah 75 cm x 20 cm. Oleh karena itu baris tanaman yang akan dibuat dimulai dari 37,5 cm dari tepi, selanjutnya jarak antar baris adalah 80 cm. Jarak baris terakhir dengan tepi petak adalah 40 cm.
Untuk petakan yang mendapat perlakuaan pupuk organik: setelah pengolahan tanah, buatllah baris tanaman ini ( 1 minggu sebelum tanaman jagung). Buatlah alur dengan kedalaman 20 cm dan lebar 10 cm. Taburkan pupuk organik kedalam alur ini ( bagi rata pupuk sesuai dengan jumlah baris), kemudian tutup kembali dengan tanah dan aduk. Diaatas alur ini akan ditanamkan jagung pada minggu berikutnya.
5.      Pada saat tanam jagung.
a.       Lubang tanam dibuat dengan tugal sedalam 3-4 cm, pada jarak antar baris 75 cm dan jarak dalam baris 20 cm ( jarak tanam 75 cm x 20 cm).
b.      Benih jagung dimasukan 2 butir perlubang tanam dan diikuti dengan furadan satu jimpit (0,1 gr) pada tiap lubang.
c.       Lubang tanam ditutup kembali dengan tanah lapisan atas yang gembur sampai rata permukaan (hindari memadatkan tanah).
6.      Pada petakan yang mendapat perlakuan pupuk anorganik:
a.       Alur pupuk dibuat disamping kiri atau kanan barisan tanaman pada jarak 10 cm dengan kedalaman 7 cm.
b.      Pupuk ditakar sesuai dosis (pada saat tanam, urea diberikan sebanyak 2/3 dosis), hitung kebutuhan masing-masing pupuk perpetak.
c.       Ketiga  jenis pupuk dicampur secara merata; pupuk dibagi sesuai jumlah baris tanaman; selanjutnya pupuk ditebarkan dalam alur pupuk secara merata dan alur  ditutup dengan menggunakan tanah secara sempurna.
d.      Pada 3 atau 4  MST, pemupukan urea tahap II dilakukan sebanyak 1/3 dosis dan furadan pada pucuk tanaman.
7.      Pada petakan yang mendapat perlakuan pengendalian gulma: pengendalian gulma dilakukan pada seluruh permukaaan lahan percobaaan; sedangkan pada petak yang tidak  mendapat perlakuan pengendalian gulma, penyiangan hanya dilakukan pada jalur tanam.

V.        Hasil dan Pengamatan

Dari percobaan yang kami lakukan diperoleh hasil sebagai berikut;
A. Peubah Pertumbuhan







1. Tinggi Tanaman (cm)

Umur (MST)
2
3
4
5
6
7
1
20.6
29.1
32.5
41.5
56.5
0
2
28
39.2
36
79
93
95
3
24
35.5
53.3
94
124.5
139.5
4
17.5
23
30.2
47
66
0
5
16.5
20.5
28
53.5
87
100
6
18.5
34.5
64
97
120
129
7
20
29.5
38
59
74.5
79
8
14.8
18.5
24.5
50
78
90
9
22.2
25
27
27
32
0
10
19.7
23
25
28.5
34
0

2. Jumlah Daun





No
Umur (MST)
2
3
4
5
6
7
1
3
5
5
5
5
0
2
4
6
6
6
7
6
3
3
6
6
8
9
12
4
3
5
5
5
5
0
5
3
5
5
6
7
5
6
3
6
6
7
8
9
7
3
5
5
6
5
4
8
3
5
5
7
8
5
9
3
5
5
3
3
0
10
3
4
4
3
3
0














3. Lingkar Batang (cm)


No
Umur (MST)
4
5
6
7
1
0.1
0.39
0.5
0
2
0.5
0.78
0.8
0.8
3
0.5
1.24
1.67
1.62
4
0.3
0.5
0.63
0
5
0.37
0.56
0.73
0.81
6
0.8
1.1
1.36
1.44
7
0.4
0.53
0.62
0.52
8
0.23
0.53
0.9
0.95
9
0.1
0.24
0.26
0
10
0.3
0.21
0.3
0



B. Komponen Produksi















1. Komponen Produksi






No
Peubah
Jumlah Tongkol
Jumlah Tongkol Layak Pasar
Bobot tongkol berkelobot
Bobot tongkol tanpa kelobt
Panjang tongkol berbibit
Jumlah baris biji
Lingkar tongkol bagian tengah
Diamter  tongkol bagian tengah
1
 -
 -
 -
2
 1
 -
 89.3 gr
 35.6 gr
 11,5cm
 7

1.5 cm 
3
 1
117 gr 
59 gr 
15 cm 
10 

2 cm 
4
 -
-
5
 1
 80,4 gr
 35  gr
 9 cm
 5

 1 cm
6
 1
 -
 108.2 gr
44,5 gr
14,7cm 
 7

 1.6 cm
7
 1
 -
 73,3 gr
 32,7 gr
 10,7cm
 4

1 cm 
8
 1
 -
 69.5gr
31,1 gr 
 9,2cm
 4

 1 cm
9
 -
 -
 -
 -
 -
 -
 -
 -
10
 -
 -
 -

Perlakuan
Peubah
2 MST
4 MST
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan
3
PA-PG
Tinggi Tanaman (cm)
20,79
19,85
14,1

31,6
33,3
21,75

PA+PG
20,11
33,5
18,4

28,25
71,3
28,57

P0-PG
17,5
31,25
26,45

24,78
78
44,48

P0+PG
14,85
19,32
22,4

23,65
32,68
42,45

PA+P0-PG
23,55
20,18
19,1

61,5
35,85
64,5

PA+P0+PG
23,55
17,7
19,16

61,5
26,4
30,55














2 MST

4 MST

Perlakuan
Peubah
U 1
U 2
U 3

U 1
U 2
U 3

PA-PG
Jumlah Daun
3
3
3

4
5
4

PA+PG
3
5
3

4
7
4

P0-PG
2
5
0

3
8
4

P0+PG
3
3
4

4
4
5

PA+P0-PG
4
3
4

7
5
7

PA+P0+PG
4
3
5

7
4
6

 

VI.      Pembahasan

Dari percobaan yang kami lakukan dan dari hasil yang telah kami amati selama kurang lebih sembilan minggu ada beberapa hal yang akan kami bahas dalam laporan ini. Pada saat sebelum tanam, kami melakukan pengolahan tanah yang akan kami tanami seluas 3 m x 2,2 m dengan menggunakan berbagai alat yakni cangkul, garpu, dan arit. Pada proses pengolahan tanah, kami mendapatkan kesulitan karena tanah yang kami olah agak keras dan kering.
Setelah proses pengolahan tanah, kami melanjutkan dengan pembuatan alur di kanan dan kiri baris tanah yang akan kami tanami dengan jarak sekitar 5-10 cm dari baris tanaman yang bertujuan sebagai alur tempat pupuk yang akan kami taburkan. Kami mendapatkan perlakuan dengan menggunakan kedua jenis pupuk, yakni pupuk organik dan anorganik. Alur sebelah kanan (menghadap ke barat) kami gunakan sebagai alur pupuk organik dan alur sebelah kiri kami gunakan sebagai alur pupuk anorganik. Dosis pupuk kami bagi rata sesuai dengan jumlah baris.
Setelah tanaman tumbuh, kami melakukan pengamatan terhadap tinggi, jumlah daun, diameter batang (setelah 4 MST), dan persentase bunga (setelah berbunga) dengan menguji 10 sampel tanaman dalam. Dalam proses perawatan tanaman, kami tidak melakukan pemberantasan gulma di areal tanaman.
Dari data hasil pengamatan kami terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman jagung yang kami lakukan, hasil terbaik yang didapat adalah perlakuan P5: PA+PO-PG yakni perlakuan yang kami lakukan. Tetapi walaupun perlakuan yang kami lakuakan adalah perlakuan terbaik dalam data keseluruhan kelompok, tetapi pada dasarnya pada kelompok kami sendiri hasilnya tidak begitu memuaskan. Hal ini mungkin dikarenakan jenis tanah dan lahan yang berbeda yang dapat mengakibatkan perbedaan ini terjadi
Dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma, perlakuan tanpa pengendalian gulma tanaman terlihat lebih efektif pertumbuhannya. Menurut kami hal ini terjadi karena gulma juga dapat memberikan efek positif terhadap tanah karena gulma menjaga kelembaban tanah agar tanah tidak terlalu kering. Pemberantasan gulma yang terlalu berlebihan akan membuat tanah pada area tersebut terlihat kering dan tanaman terlihat kerdil.
Pada percobaa ini kami tidak memberikan kapur sebagai peningkat pH tanah, hal ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang kami tanam karena pH pada tanah dilahan kami berkisar dibawah 7 yang berarti bahwa tanah yang kami tanami bersifat masam. Tanah yang bersifat masam dapat menghambat proses terserapnya unsur-unsur hara  dalam tanah.
Terjadinya daun menguning yang berbentuk huruf  “V” dan “V” yang terbalik serta korosif terhadap daun dan bercak-bercak putih terjadi karena berturut-turut tanaman kekurangan unsur Kalium, Nitrogen dan Magnesium.
Pada MST ketujuh kami melakukan pencabutan terhadap tanaman contoh yang pertumbuhannya tidak normal, yakni yang pertumbuhannya dibawah rata-rata yaitu tanaman sampel nomor 1,4,9,10. Pada MST kesepuluh kami melakukan panen dengan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena berbagai faktor yang telah dibahas di atas.

VII.     Kesimpulan

Setelah melakukan kegiatan praktikum dan dari data serta hasil pengamatan yang kami peroleh, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman jagung dengan menggunakan perlakuan dengan kode P5: PO+PA-PG yakni dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik dan tanpa pengendalian gulma adalah meeperoleh hasil yang baik.
Pada perlakuan ini kita dapat memperoleh keuntungan yakni penurunan biaya produksi dengan mengganti sebagian pupuk anorganik dengan pupuk organik dengan kadar tertentu. Selain itu kami juga menyimpulkan bahwa gulma tidak selalu merugikan,adakalanya gulma dapat menguntungkan bagi tanaman, jadi apabila mengadakan pemberantasan gulam pada tanaman berjarak dekat, maka pemberantasan gulma dapat dilakukan dengan jangan menghabiskan seluruh gulma tersebut atau jangan membabat habis gulma tersebut karena gulma dapat mempertahankan kelembaban tanah.
Selain hal-hal tersebut, yang paling penting adalah nutrisi yang dapat diserap oleh tumbuhan tersebut. Apabila tumbuhan tersebut kekurangan nutrisi, maka akan berakibat pada pertumbuhan tanaman tersebut, yakni dapat berupa tanaman yang kerdil, daun yang korosif, dan daun yang menguning. Daun yang menguning dapat diakibatkan oleh kekurangan unsur Nitrogen ( berbentuk “V” terbalik), ataupun Kekurangan unsur Kalium (berbentuk “V”). Sedangkan yang dapat mengakibatkan korosif pada daun adalah kekurangan unsur Magnesium. Apabila kekurangan unsur hara terjadi terlalu parah, maka dapat mengakibatkan kerdilnya tanaman. Sifat masam tanah juga mempengaruhi penyerapan unsur hara pada tanaman. Tanah yang bersifat masam dapat mengakibatkan proses penyerapan unsur hara pada tanah oleh tanaman terganggu.

 

VIII.   Saran

            Bagi para petani, khususnya petani jagung dapat mengganti kebutuhan pupuk anorganik dengan mengganti setengah dari kebutuhan pupuk tersebut dengan pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang. Hal ini dapat menurunkan biaya produksi tanpa menurunkan hasil yang akan diperoleh. Selain itu, dalam pengendaliaan gulma,petani dapat melakukan penggendalian, tetapi tanpa membabat habis semua gulma, karena gulma juga dapat memebantu dalam menaungi tanah agar tetap lembab.
Petani juga harus memperhatikan kondisi lahan yang akan dibuka untuk penanaman jagung. Kondisi ini meliputi struktur tanah, pH tanah dan lain-lain.ha-hal tersebut dapat berpengruh dalam proses tanaman dalam menyerap hara dalam tanah dan juga dalam efensiesi penggunaan pupuk.















PRAKTIKUM II

IDENTIFIKASI KOMPONEN EKOSISTEM PERKEBUNAN

I.          Pendahuluan

Areal perkebunan merupakan suatu ekosistem buatan dengan jenis tanaman pokok tertentu seperti karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, dan kakao. Tanaman pokok tersebut berinteraksi dengan keadaan lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Lingkungan tanaman pokok ekosistem perkebunan perlu diidentifikasi agar dapat dikelolah dengan baik sehingga dapat menghasilkan interaksi dengan tanaman pokok yang mampu memperbaiki pertumbuhan dan produktivitasnya. Selain tanaman pokok dalam ekosistem perkebunan terdapat komunitas dari berbagai spesies tumbuhan maupun hewan lain dengan populasi yang beragam sebagai lingkungan biotic. Tanah, air, dan lingungan mikro merupakan lingkungan abiotik bagi tanaman pokok di ekosistem perkebunan.
Cahaya merupakan faktor pembatas untuk fotosintesis tanaman. Pengukuran kelembaban dan suhu digunakn untuk menghindari adanya jamur atau penyakit yang dapat mengganggu tanaman. Jamur tumbuh pada kelembaban tinggi dan dapat menjadi parasit bagi tanaman, sedangakan gulma yang tumbuh dapat mengganggu tanaman utama karena dapat berkompetisi dalam pengambilan unsur hara bagi tanaman utama.

II.        Tujuan

            Mengenal dan mendeskripsikan komponen biotik dan abiotik pada ekosistem perkebunan. Dan dapat mengetahui teknik pengukuran intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban serta dampaknya bagi tanaman.

III.      Alat dan Bahan

1.      Areal perkebunan karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, dan the di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Dramaga.
2.      Alat pengukur suhu, intensitas cahaya dan kelembaban, alat tulis dan lembar kerja praktikum serta meteran.

IV.      Prosedur Kerja

1.      Berkelompok mengunjungi areal perkebunan yang telah ditentukan.
2.      Pada tiap areal perkebunan melakukan pengamatan terhadap jenis tanaman pokok beserta lingkungan biotik dan abiotiknya.
3.      Mengukur jarak antar tanaman poko dari setiap areal perkebunan.
4.      Mengukur intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban pada tiga titik pengamatan untuk setiap areal perkebunan.

V.        Hasil Pengamatan

No
Ekosistem
Intensitas cahaya
Suhu (oC)
RH (%)
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Kelapa sawit TM 11
85x10
73x10
65x10
320x10
28,3     
28,4
28,2
29,6
76
75
76
74
2
Kelapa sawit TM 8
495x10
340x10
138x10
1545x10
27,9
28
28
29,6
76
75
75
79
3
Kelapa
122x10
163x10
122x10
196x10
29,6
24,8
29,7
29,6
74
73
74
74
4
Kakao 1
125x10
170x10
125x10
187x10
28,9
29,1
29
29,6
76
75
75
74
5
Kopi
235x10
190x10
165x10
315x10
29,2
29,5
29,3
29,6
75
74
74
74
6
Teh
1410x1
341x1
385x10
1648x10
27,5
27,4
27,2
29,6
77
78
79
74
7
Kakao 2
115x10
98x10
85x10
160x10
27,7
27,7
27,6
29,6
77
77
77
74
8
Karet
24510
238x10
238x10
930x10
27,9
28
28,3
29,6
78
79
83
74
9
TBM
550x10
675x10
798x10
1740x10
28,8
28,6
28,6
29,6
79
79
79
74
 Setelah melakukan pengamatan dan pengukuran di lapangan, maka diperoleh data sebagai berikut.

Ket : 1.Pengukuran di gawangan       2. Pengukuran di tepi tajuk luar 3. Pengukuran di batang 4.Pengukuran di tempat terbuka






No
Jenis areal
Perkebunan
Komponen lingkungan
Jarak antar tanaman pokok
(m x m)
Populasi tanaman pokok (pohon)
Taksiran luas areal perkebunan (ha)
Biotik
Hubungan**
Abiotik
Hubungan
1
Kakao
Karet
Pelindung
Tanah
Unsur hara
3x2,5
233
0,2835
Gulma
Kompetisi
Serasah
Pupuk organik
Semut
Parasitisme
Cahaya
Fotosintesis
Ulat
Parasitisme
Udara
Fotosintesis
Laba-laba
Parasitisme
-
-
2
Karet
Bibit kakao
Komensalisme
Tanah
Penyedia hara
7x3
188
0,252
Pisang, sawit
Kompetisi
Cahaya
Fotosintesis
Gulma
Kompetisi
Udara
Fotosintesis
Semut
Parasitisme
Serasah daun
Pupuk Organik
Ulat
Parasitisme
Serasah daun
Pupuk Organik
3
Kopi
Karet
Pelindung
Tanah
Unsur hara
3,5x4,5
        168
0,2646
Lamtoro
Pelindung
Cahaya
Fotosintesis
Gulma
Parasitisme
Udara
Respirasi
4
Kelapa
Gulma
Parasitisme
Tanah
Unsur Hara
9x9
168
1,3608
Semut
Parasitisme
Cahaya
Fotosintesis
Jagung
Komensialisme
Udara
Respirasi
Kopi
Netral
-
-

VI.      Pembahasan

            Menurut  data di atas dapat diketahui lingkungan biotik, abiotik, pool nutrisi, dan hubungan masing-masing komponen ekosistemnya. Masing-masing areal perkebunan memiliki perbedaan yang dapat menyebabkan meningkatnya produktivitasnya serta baiknya pertumbuhan tanaman pokok, apabila dikelolah dengan baik, seperti pemanfaatan serasah daun serta gulma sisa penyiangan yang dimanfaatkan sebagai kompos dalam areal perkebunan masing-masing.
            Lingkungan biotik selain menguntungkan tanaman dengan cara berinteraksi  juga dapat merugikan.  Misalnya gulma, apabila gulma dibiarkan maka akan menjadi saingan bagi tanaman utama dalam memperoleh makanan dari dalam tanah. selain itu, hama juga harus diperhatikan, apabila sudah mendekati ambang ekonomi berarti harus segera dikendalikan karena akan menyebabkan kerugian secara ekonomi.
Dalam suatu ekosistem banyaknya gulma sangat berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang masuk ke areal perkebunan. Demikian juga jamur dan penyakit sangat bergantung pada kelembaban di areal perkebunan.  Kedua faktor tersebut juga dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman utama. Seperti pada ekositem kelapa sawit TM 8 gulma lebih banyak daripada TM 11 karena intesitas cahaya yang tinggi dan kelembaban yang sedang dapat mempercepat pertumbuhan gulma jenis Malestoma malabrathricum (gulma anak daun) dan pakis. Sebaliknya kelembaban ekosistem yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya penyakit dan jamur pada tanaman, seperta Marasmius, yaitu penyakit busuk tandan serta karat daun yang disebabkan oleh ganggang Cephaleuros, dua penyakit tersebut menyerang tanaman kelapa sawit.
            Pada ekosistem kopi lebih banyak ditemukan gulma dibandingkan dengan ekosistem kakao dan karet. Hal ini disebabkan intesitas cahaya matahari yang lebih banyak di lahan kopi. Selain itu suhu di areal tanaman kopi sangat mendukung untuk tumbuhnya gulma. 

VII.     Kesimpulan

Melalui praktikum ini kami dapat mengidentifikasi komponen-komponen dalam areal perkebunan, yaitu komponen biotik dan abiotik. Gulma, hama, dan jenis hewan lain yg tidak merugikan tergolong dalam komponen biotik. Sedangkan intensitas cahaya matahari, suhu, dan kelembaban tergolong ke dalam komponen abiotik. Kedua komponen tersebut harus dijaga agar tetap seimbang, tujuannya adalah untuk mendapatkan hasil perkebunan maksimal. Apabila salah satu komponen terganggu maka cenderung mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman utama.
Intensitas cahaya matahari mempengaruhi proses  fotosintesis, jenis gulma, suhu, dan kelembaban dalam ekosistem. Gulma akan banyak dijumpai pada intensitas cahaya yang tinggi sedangkan jamur dan bakteri banyak hidup pada intensitas cahaya yang rendah.

VIII.    Saran
            Bagi para petani agar dapat mempertikan komponen ekosistem apa saja yang terdapat pada kebun yang dimilikinya. Karena pada dasarnya setiap komponen biotik dan abiotik akan mempengaruhi hasil produksi pada kebun tersebut. Perhatian terhadap faktor-faktor biotik dan abiotik tersebut dapat memberikan dampak positif seperti pengetahuan kita terhada apa yang akan kita lakukan terhadap kebun pada saat terjadi sesuatu yang dapat menurunkan produksi karena pengaruh ekosistem pada areal kebun tersebut.





















PRAKTIKUM III

PEMBUATAN KOMPOS

I.         Pendahuluan

Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sisa-sisa bagian tanaman atau kotoran ternak menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil yang disebut kompos.
Untuk membantu mempercepat proses penguraian, biasanya dalam pembuatan kompos ditambahkan pula inokulum bakteri (decomposer). Biasanya proses pembuatan kompos yang convensional akan memerlukan waktu yang cukup lama, yaitu tiga sampai 4 bulan, tetapi dengan adanya decomposer ini proses pembuatan kompos menjadi lebih cepat, yaitu kurang lebih menjadi hanya 1 bulan.
Proses pembuatan kompos sudah dinyatakan jadi jika hasil dekomposisinya menunjukan ciri-ciri : berwarna kehitaman, tidak panas, tidak berbau, dan remah/gembur.

II.        Tujuan

Membuat kompos dari bahan sisa-sisa bagan tanaman dan kotoran ternak.

III.      Alat dan Bahan

1.      Sisa-sisa bagian tanaman (gulma hasil penyiangan dan ilalang yang telah dibabat).
2.      Pupuk kandang (2 karung @15 kg)
3.      Urea (3 kg)
4.      SP-36 (2 kg)
5.      Cangkul dan garpu
6.      Terpal plastik hitam
7.      Air

IV.      Cara Kerja

Pembuatan kompos terdiri atas bebrapa tahapan, yaitu:
1.      Tempat pengomposan berupa lubang dalam tanah.
2.      Mencampurkan secara merata urea, SP-36, dan pupuk kandang sebagai starter pengomposan.
3.      Sisa-sisa tanaman dipotong kecil-kecil secara merata agar mudah dalam penguraian.
4.      Bahan dimasukkan ke dalam lubang sampai pada ketebalan 25 cm, sebagai lapisan pertama.
5.      Di atas lapisan pertama ini ditaburkan ¼ bagian dari campuran pupuk kandang dan pupuk SP-36.
6.      Proses nomor 5 diulang sampai terisi penuh.
7.      Lubang ditutup dengan tanah sampai permukaan lubang agak cembung 15-20 cm di atas permukn tanah agar tidak tergenang air.
8.      Mengaduk dan membalikkan kompos sekali dalam satu minggu, bagian atas ke bawah dan bagian bawah ke atas. Menambahkan air apabila kompos kelihatan kering.
9.      Lubang ditutup dengan terpal plastik hitam.

V.        Hasil

Tanggal pembuatan kompos               :
Jenis bahan kompos                            :  gulma hasil penyiangan dan ilalang yang telah dibabat
Perubahan karakteristik kompos         : Warna kecoklatan
Pengamatan mingu ke
Suhu
Warna
Bau
Volume
1
37oC
Kecoklatan
Berbau amonia
Berkurang (memadat)

VI.      Pembahasan

Pada satu minggu setelah pembuatan kompos kita mengukur tinggi serasah, suhu, dan mengaduk kompos. Suhu dalam serasah tergolong  tinggi, yaitu 370C, hal ini berarti dekomposisi mulai berjalan. Tinggi serasah yang kita masukkan juga berkurang karena serasah memadat.
Pada beberapa minggu berikutnya, kami menambahkann air karena suhu yang ekstrim. Penambahan air bertujuan menjaga kondisi kompos tetap lembab karena tempat yang lembab merupakan factor utama bagi bakteri untuk melakukan aktivitasnya.
Kegiatan yang kami lakukan setiap minggu adalah menambahkan air dan mengaduk kompos. Penambahan air bertujuan menjaga kelembaban. Pada akhirnya kompos yang dibuat tidak berhasil. Ada beberapa factor yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu kondisi yang terlalu lembab saat dilakukan penyiraman sehingga bakteri tidak efektif dalam pembusukkan, selain itu kondisi lembab tersebut tidak bisa dipertahankan karena cuaca yang tidak bisa diprediksi. Sewaktu mencampurkan pupuk kandang dengan SP 36 dan urea tidak merata atau jumlahnya yang tidak sebanding dengan serasah hal ini juga dapat mempengaruhi proses dekomposisi.

VII.     Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum pembuatan kompos kami dapat mengerti cara pembuatan kompos dengan benar. Kami dapat mengetahui kegunaan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos, seperti pupuk kandang, urea, dan SP-36, yaitu sebagai sumber energi atau stater.
            Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, kompos akan mengalami beberapa tahap yakni pada tahap dimana kompos mengalami pendekomposisian ditandai dengan adanya bau tidak sedap pada komopos (bau amoniak) yang disebabkan oleh mikroorganisme pendekomposisi.

VIII. Saran

            Bagi para petani, selaian dapat meningkatkan produktivitas dan memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman, kompos juga menjadi alternatif tambahan untuk menggantikan sebagian pupuk yang menjadi bagian dari komponen biaya produksi yang tinggi. Kompos dapat menggantikan sebagian dosis pupuk yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman dengan biaya yang murah, karena kompos berasal dari bahan-bahan yang tidak terpakai lagi.











PRAKTIKUM  IV

PENENTUAN KAPASITAS LAPANG

I.         Pendahuluan


Kapasitas lapang merupakan jumlah kelembaban tanah atau kadar air diselenggarakan ditanah setelah kelebihan air telah terkuras habis dan tingkat gerakan ke bawah telah material menurun dalam waktu hitungan jam atau hari.
Pergerakan air di bumi yang merupakan suatu sistem yang tertutup, yang berarti pergerakan air pada sistem tersebut selalu tetap berada pada sistemnya. Energi panas matahari dan faktor-faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, di laut dan badan-badan air lainnya. Uap air sebagai hasil proses evaporasi akan terbawa oleh angina melintasi daratan yang bergunung maupun pada daerah datar dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai air hujan  (Hakim,dkk, 1986 ).
Air mempunyai fungsi yang penting dalam tanah. Antara lain pada proses pelapukan mineral dan bahan organik tanah, yaitu reaksi yang mempersiapkan hara larut bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, air juga berfungsi sebagai media gerak hara ke akar-akar tanaman. Akan tetapi, jika air terlalu banyak tersedia, hara-hara dapat tercuci dari daerah-daerah perakaran atau bila evaporasi tinggi, garam-garam terlarut mungkin terangkat kelapisan tanah atas. Air yang berlebihan juga membatasi pergerakan udara dalam tanah, merintangi akar tanaman memperoleh O2 sehingga dapat mengakibatkan tanaman mati.
Air diperlukan oleh tanaman untuk mengangkut unsur-unsur hara dan zat-zat terlarut lain di dalam tanaman dan untuk produksi gula pada proses fotosintesis, darimana tanaman memperoleh energi untuk pertumbuhan dan menjadi dewasa. Sebagian besar air digunakan dalam proses transpirasi. Apabila air hilang ke dalam atmosfer melalui transpirasi melebihi dari air yang diserap tanaman dari tanah, maka air akan hilang dari sel-sel tanaman sehingga sel tanaman kehilangan tegangan turgor dan akhirnya tanaman menjadi layu.setiap gejala kelayuan pada tanaman dapat dijadikan petunjuk bahwa pertumbuhan tanaman akan terhenti. Pertumbuhan akan tergantung pada tegangan turgor yang memungkinkan sel-sel baru terbentuk (Asdak,, 1995).

II.        Tujuan

Mahasiswa dapat memahami permintaan tanaman akan air pada kadar air tanah, sehingga dapat menerapkan konsepnya pada tanaman yang peka terhadap kebutuhan akan air.

III.      Bahan dan Alat

1.      Satu buah  polybag ukuran 5 kg
2.      Tanah secukupnya untuk polibag
3.      Air secukupnya
4.      Satu pokok bibit kelapa sawit yang berukuran kecil
5.      Cangkul, Ember, Pisau

IV.      Prosedur kerja

1.      Polibag yang sudah tersedia diisi dengan tanah secukupnya hingga polibag hampir penuh
2.      Bibit sawit ditanam di dalam polibag
3.      Setelah tanaman sudah berada pada posisi sempurna, tanaman disiram dengan air hingga tanah di dalam polybag jenuh air.
4.      Ditunggu selama 30 menit setelah tanah jenuh air
5.      Tanah di dalam polibag diambil secukupnya sebagai sampel untuk dianalisis
6.      Tanah sampel yang basah ditimbang, lalu dioven untuk mengetahui berat tanah dalam keadaan kering.

V.        Hasil

Bobot Tanah Basah setelah diambil : 18 gr
Bobot tanah kering setelah dioven : 12,7 gr sampel I
Persentase kadar air tanah : (bobot tanah basah-bobot tanah kering)/ bobot tanah basah  x 100%
Jadi persentase kadar air =  (18-12,7)/18x100%
                                     =5,3/18x100%
                                     =0,29x100%
                                     =29%%
Bobot tanah kering setelah dioven : 12,5  gr sampel II
Jadi persentase kadar air = (18-12,5)/18x100%
                                    =5,5/18x100%
                                    =0,30x100%
                                    =30%


Bobot tanah kering setelah dioven : 10,4 gram sampel III
Jadi persentase kadar air = (18-10,4)/18x100%
                                    =7,6/18x100%
                                    =0,42x100%
                                    =42%

VI.      Pembahasan

Menurut data yang kami peroleh dengan mengambil bobot tanah basah sebanyak 18 gram, ternyata setelah dioven bobot sampel I tanah turun menjadi 12,7 gram. Dengan demikian persentase kadar air yang ada dalam setiap 5,3 gram tanah adalah 29%. Pada sampel II bobot tanah berkurang menjadi 12,5 gram dengan persentase kadar air yang ada dalam setiap 5,5 gram tanah adalah 30%. Pada sampel III bobot tanah berkurang lagi menjadi 10,4 gram dengan kadar air 42%. Hal ini berarti bahwa bibit kelapa sawit mampu menerima kadar air yang cukup besar, sehingga kebutuhan air pada tanaman tersebut dapat tercukupi.

VII.     Kesimpulan

Dengan percobaan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa kapasitas lapang pada tanaman tergantung pada tanaman dan jenis tanah yang digunakan. Jika tanah yang ada mengandung kadar air yang cukup tinggi, besar kemungkinan kemampuan untuk menerima air akan lebih kecil. Sebaliknya jika tanah yang digunakan kadar air rendah, kemampuan akan air akan semakin besar. Dengan keadaan yang seperti ini, kita dapat menyesuaikan antara tanaman yang mampu menerima kadar air yang tinggi dengan hubungannya dengan tanah yang digunakan untuk tanaman

VIII.   Saran















LAMPIRAN

                                                                                                                                                        
Gambar 1.  jagung kekurangan unsur Kalium                        Gambar 2. jagung kekurangan unsur Nitrogen

                            
Gambar 3. jagung kekurangan unsur Magnesium                Gambar 4. jagung kekurangan unsur Fosfor


No comments:

Post a Comment